Sabtu, 19 April 2014

Review Film Transcendence

Beberapa bulan yang lalu gue nonton trailer film Transcendence dan gue tercengang. Kayaknya bakalan bagus nih film,full action gitu. Tapi setelah filmnya rilis,gue buka rottentomatoes,ratingnya cuma 24% (dan sekarang udah jadi 19%),suram sesuram-suramnya. Perasaan kok trailernya bagus ya? Tapi kok ratingnya memprihatinkan gitu? Berawal dari rasa penasaran itulah,gue memberanikan diri dan meneguhkan hati buat nonton film ini di bioskop.


Transcendence bercerita tentang Will Caster yang sedang berusaha menciptakan ‘Tuhan’ baru. Dia dan istrinya,Evelyn Caster,mencoba menciptakan sebuah AI (Artificial Intelligent) yang lebih cerdas dari manusia dan bisa membawa bumi ke arah yang lebih baik. Di sisi lain,ada sekelompok orang yang tidak setuju dengan penciptaan teknologi tersebut. Sebelum AI buatannya selesai dibuat,Dr. Will ditembak oleh kelompok anti-teknologi. Evelyn mencoba menyelematkan suaminya,dia mengubah isi pikiran suaminya menjadi sebuah AI baru. Usaha evelyn berhasil,Dr. Will hidup kembali dalam bentuk AI. Namun,kembalinya Dr. Will membawa bencana baru yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia di bumi. Apakah yang terjadi selanjutnya? Tonton dheweeeeee..

Don’t judge the movie by it’s trailer. Itu berlaku banget buat film ini,di trailernya,film ini keliatan full action gitu,kayaknya bakalan banyak jedar-jeder-jedor. Tapi ternyata? Jauh dari ekspektasi gue. Jedar-jedornya cuma sedikit doang. Film ini lebih menitikberatkan pengembangan cerita dan sayangnya,menurut gue ceritanya terlalu bertele-tele dan gitu-gitu doang,nggak bikin wow. Okelah,ide dasarnya gue suka,tapi kok pas ditonton agak bikin ngantuk ya?

Kalo diliat dari sisi drama,film ini juga kurang nampol. Mau romantis,tapi kok nanggung. Harusnya film ini bisa meniru kesuksesan ‘Her’ dalam menggambarkan hubungan manusia dengan AI. Tapi yang ditampilkan di film ini adalah interaksi antara Evelyn dan Dr. Will yang menurut gue agak kaku. Gue nggak dapet feelnya.

Jajaran pemain yang harusnya oke banget juga enggak membantu. Johny Depp dan Morgan Freeman seharusnya bisa membawa film ini jadi lebih baik. Tapi ternyata (lagi-lagi) cuma gitu-gitu doang. Apa cuma perasaan gue doang kalo aktingnya Johny Depp di film ini lempeng banget? Apa gara-gara tadi malem gue baru aja nonton dia jadi Mad Hatter yang ekspresinya over-lebay? Entahlah. Persepsi orang beda-beda,tapi dari sudut pandang gue sih gitu. Buat fans’nya om Johny,maap maap ya.

Tapi dibalik semua hujatan-hujatan gue diatas,gue pribadi masih bisa menikmati film ini,walaupun secara keseluruhan film ini terasa nanggung. Satu hal paling positif dari film ini adalah pesan yang dibawa oleh film ini. Dari film ini gue belajar kalo sebenernya selama ini manusia selalu berusaha menjadi ‘Tuhan’,bahkan menciptakan ‘Tuhan’ baru buat dirinya sendiri. Suatu saat nanti,hal yang terjadi di film ini bukan tidak mungkin akan terjadi di kehidupan nyata saat manusia bisa menemukan ‘Tuhan’ barunya. Kecerdasan mungkin bisa dibuat tapi tidak dengan perasaan,bagaimanapun,perasaan dan emosi bukan hanya hasil dari reaksi biokimia yang terjadi di tubuh kita. Satu hal lagi,mungkin niatnya Dr. Will itu baik,tapi gue rasa ada batas antara apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia untuk melawan kehendak Tuhan,dan menurut gue Dr. Will udah melewati batas tersebut. Itu sih yang gue tangkep dari film ini.

Overall,Transcendence adalah film yang nanggung. Mau dibilang jelek juga enggak,mau dibilang bagus juga enggak. Buat kalian yang suka sama film yang mikir-mikir dan juga suka sama teknologi masa depan,khususnya AI,gue sih menyarankan kalian buat nonton film ini. Tapi buat kalian yang nyari film ringan yang isinya jedar-jeder-jedor,mendingan jangan nonton deh,tapi kalo emang mau nonton ya nggak apa-apa sih (gimana sih,ngasih saran kok plin plan?).

Transcendence. 7,5 of 10.

Kamis, 03 April 2014

Review Film Captain America : The Winter Soldier

Akuilah,film-film Marvel adalah jajaran film paling ngehits di Indonesia (bahkan di Dunia). Setiap film Marvel tayang di Indonesia,bioskop pasti bakalan mendadak rame. Nggak terkecuali kali ini,Marvel baru aja mengeluarkan film terbarunya dengan tokoh utama seorang mas-mas yang hidup sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu,kemudian dibekukan dan akhirnya ‘hidup kembali’ sebagai superhero (dulunya juga superhero sihh..). Siapa lagi kalo bukan Captain America!! 


Film ini menceritakan tentang Steve Roger alias Captain America yang sekarang jadi anak buahnya Nick Furry pasca kejadian di New York (udah nonton The Avengers kan? Tau kan di New York ada apa?). Tapi seiring berjalannya waktu,mas Captain mulai resah gelisah gundah gulana,dia ngerasa ada yang aneh saat dia menjalankan misi-misi dari S.H.I.E.L.D. Rasa gundah mas Captain datang bukan tanpa alasan,serangkaian kejadian sukses membuka rahasia besar S.H.I.E.L.D sekaligus mengancam keberadaan S.H.I.E.L.D itu sendiri. Apa yang akan Captain America lakukan? Tonton sendiri yaa...

Gue kasih tau ya,sebelum nonton film ini kalian mending nonton film-film Marvel yang sebelumnya. Paling nggak nonton “The Avengers” lah,biar tau S.H.I.E.L.D itu apa,Nick Furry itu siapa,Natasha Romanoff itu siapa,dan semacamnya. Nggak usah sok-sokan langsung nonton film ini tanpa persiapan karena pengen ikut-ikutan ngehits,ato kalian akan berakhir pusing tujuh keliling selama nonton film ini.

Menurut gue,Captain America : The Winter Soldier mengusung cerita yang cukup ‘berat’. Nggak cuma jedar-jeder-gebak-gebuk trus villainnya kalah trus udah. Ceritanya bikin mikir dan gue pribadi sih suka,film ini mungkin bisa disebut film Marvel yang anti mainstream.

Selain ceritanya agak berat. Film ini juga mengandung banyak ‘twist’ yang sukses bikin gue ber-hhahhhh?-whatttt? ria sepanjang film. Story and character development’nya gue suka. Tensinya dijaga dari awal film.

Sisi action film ini menurut gue pribadi nggak wah-wah banget. Tapi tetep enjoyable. Adegan fight di film ini kebanyakan menampilkan tembak-tembakan sama hand-on-hand combat. Ledakan-ledakan yang muncul juga nggak epic,nggak sampe meluluh lantahkan satu kota. Gue sih lebih suka film yang kayak gini,yang actionnya nggak wah-wah banget tapi ceritanya kuat daripada jedar-jeder doang tapi ‘nggak ada ceritanya’.

Ada beberapa jokes yang lumayan menggelitik dan bikin ketawa. Lucu,nggak garing dan enggak diletakkan secara berlebihan. Drama’nya juga dapet,beberapa adegan cukup terasa ‘menyentuh’.

Aa' Epans sama Teteh ScarJo


Seperti biasanya,gue selalu akan berkomentar tentang tokoh-tokohnya,dan ini adalah bagian paling nggak penting dari review gue. Fanboy mode : Activated. Chris Evans sebagai Captain America tampil secara gagah dan ganteng (as always). Scarlett  Johansson sebagai Natasha skin & care Romanoff muncul dengan rambut yang menurut gue ‘enggak’ banget,jadi keliatan chubby gitu,tapi mau diapain juga mbak ScarJo ini tetep seksi-cetar-membahenol,suara serak-serak basahnya itu lho.. Trus ada lagi satu tokoh yang mencuri pandangan (dan hati gue),Emily VanCamp as Sharon Carter,walopun tampilnya cuma dikit,tapi sesungguhnya mbak-mbak ini cantik luar biasa.

Ada satu hal yang bikin gue nggak sreg sama film ini : Villain. Tokoh jahatnya film ini menurut gue nggak greget sama sekali. Kuat sih kuat,tapi.... emm.. ya gitu deh. Pokoknya gue nggak terlalu suka.

Terlepas dari tokoh villainnya yang nggak greget. Captain America : The Winter Soldier tetap menampilkan paket lengkap.  Good story and characters development,adegan action yang walaupun nggak wah-wah banget tapi masih bisa dinikmati,jokes yang lucu dan nggak berlebihan,casts yang enak dipandang mata,semuanya terkombinasi menjadi satu sajian menarik dan memuaskan.

Captain America : The Winter Soldier. 8,5 of 10.

Oiya,kalo filmnya udah kelar,jangan pulang dulu. Bakalan ada 2 post-credit scene,satu di tengah satu di ujung akhir.

7 Hal Yang Gue Pelajari di Umur 23 Tahun

Happy birthday to me!! Ehe Ehe. Ndak terasa tiba tiba udah 23 tahun aja, perasaan baru tahun kemaren ngerayain ulang tahun yang ke 22. Ehe ...