Rabu, 30 Desember 2015

Review Film : Creed (2015)



Pengakuan : Gue seumur ngga pernah berantem. Beneran, gue ngga pernah mukul anak orang, atopun dipukul. Tuhan melindungi gue dari masalah dan gue pun kayanya ngga pernah bikin masalah macem-macem yang sampe menimbulkan jotos-jotosan. Gue merasa beruntung ngga pernah ngerasain babak belur kaya apa yang dirasain Michael B. Jordan di film yang baru gue tonton kemaren, “Creed”. 

“Creed” adalah sebuah film bertema tinju. Gue sendiri sama sekali ngga suka tinju, sampe sekarang gue masih ngga ngerti kenapa ada orang-orang yang suka nonton dua manusia saling tonjok-tonjokan dan saling melukai, I just don’t get the fun part. Sampai kemudian gue baca beberapa review positif soal film ini dan karena ‘kebetulan’ gue lagi nganggur, gue coba nonton film ini. 

Film ini bercerita tentang Adonis Johnson (Michael B. Jordan), anak dari selingkuhan Apollo Creed, seorang legenda tinju. Adonis atau biasa dipanggil Donnie berniat mengikuti jejak ayahnya dengan menjadi petinju. Donnie pun bertemu dengan Robert “Rocky” Balboa (Sylvester Stallone), seorang mantan petinju profesional, yang juga teman dari Apollo Creed. Rocky kemudian menjadi trainer Donnie, akankah Rocky bisa membawa Donnie menuju kesuksesan? Apa yang akan terjadi saat Donnie ditantang oleh seorang juara tinju dunia yang belum pernah terkalahkan?

Sekali lagi gue tekankan, gue ngga suka  nonton pertandingan tinju, tapi film ini memberikan lebih dari sekadar tonjok-tonjokan di atas ring tinju. Film ini mengingatkan gue pada Whiplash (2014), bedanya kalo Whiplash bercerita soal gebuk-gebuk drum, film ini bercerita soal gebuk-gebuk anak orang. Ceritanya menurut gue lumayan cepet (walaupun durasinya sekitar 2 jam juga). Gue agak ngga sreg sama bagian-bagian awal film ini, it’s so “ya udah lah ya”-able. Ngga ada yang terlalu menarik.  Ngga seru seru amat juga. Semua berubah di sepertiga akhir film. FYI,  gue sempet nangis pas nonton bagian akhir film ini. Seumur hidup, baru kali ini gue nonton tinju sampe nangis. Sebenernya ada cerita sampingan yang menurut gue harusnya bagus, tapi kurang digali jadinya ya gitu-gitu aja, ceritanya si Donnie sama Bianca yang lempeng banget, kurang greget, apaan baru makan sekali besoknya udah cium-ciuman, eh, maap.

Dulu, ketika gue mendengar nama Michael B. Jordan untuk pertama kali, gue sempet mikir “Oh, yang pemain basket itu sekarang jadi pemain film?” (dan gue tetap terperangkap dalam kebodohan ini sampai beberapa waktu), ternyata gue salah, BEDA ORANG BROOOOO!! Terlepas dari kebodohan gue di masa lalu, Michael B. Jordan tampil bagus di film ini, gue suka gayanya, yo! Wassap bro~~ kalem tapi gampang labil. Dia katanya ketonjok beneran lho pas akting buat film ini, salut deh. Gue suka gimana dia berhasil meyakinkan penonton kalo dia petinju (gue sih percaya percaya aja, orang pernah nonton tinju juga engga). Sylvester Stallone, om Rambo yang sekarang udah jadi mbah-mbah, juga turut andil membawa film ini menuju titik puncak (?) di bagian akhir film. Beliau cocok sih jadi mbah-mbah, oke, sorry, kakek-kakek yang udah pensiun dari dunia tinju tapi masih ada aura-aura seremnya.

Satu hal lain yang gue suka dari film ini adalah backsound-nya. Ya kalo setiap adegan tinju ngga dikasih musik, apa bedanya sama yang disiarin sama tv*ne? Adegan-adegan tinju di film ini bisa jadi jauh lebih emosional, thanks to the backsound.

Overall, Creed menampilkan tinju yang tidak hanya sekedar tinju. The last part is so outstanding. Those scenes are so tense and emotional.

8,5 of 10.

Review TV Series : And Then There Were None (2015)


Pernah baca puisi di atas? Puisi tersebut adalah kutipan dari novel Agatha Christie yang berjudul “Ten Little Niggers”/ “And Then There Were None” yang diterbitkan pada tahun 1939. Novel thriller ini pernah gue baca pas gue masih di SMA, dapet pinjem dari kakak kelas (mbak Dian apa kabar ya sekarang?). Gue, yang saat itu masih berumur 15 tahun, suka banget sama novel ini, gue masih inget suasana mencekam yang gue rasakan ketika membaca salah satu karya Agatha Christie paling populer sepanjang masa ini. Buku ini sempet dibikin film pada tahun 1945. Filmnya pun masih hitam putih. Dulu gue sampe bela-belain buat streaming filmnya di youtube, dan walaupun filmnya jadul, suasana mencekamnya masih kerasa (gue selalu ngeri nonton film jaman baheula, karena kemungkinan besar pemainnya sekarang udah meninggal, practically I watch movies with dead people in it).

Sampai akhirnya beberapa hari lalu gue baca berita di timeline twitter gue kalo “And Then There Were None” dibikin TV series sama BBC. GUE LANGSUNG HEBOH DONG YA! Ini kayak mimpi jadi nyata, gue selalu pengen novel ini dibikin film yang lebih modern dan walaupun akhirnya bukan film, tapi miniseries 3 episode, it’s turned out so much better than I expected. Karena gue udah baca novelnya, gue jadi tau twist-twist dahsyat membahana sebelum nonton miniseries ini dan ternyata itu tidak mengurangi ‘kenikmatan’  gue selama menonton. Yah, walaupun gue yakin, miniseries ini efeknya bakalan jauh lebih mindblowing kalo gue belum baca novelnya (buat kalian yang mau nonton miniseries ini, baca novelnya ditunda dulu ya, trust me, it works!).




“And Then There Were None” bercerita tentang 8 orang yang diundang untuk berkunjung ke sebuah pulau terisolir (Soldier Island) oleh seseorang bernama Mr. Owen. Di pulau tersebut, sudah ada dua orang pembantu Mr. Owen yang siap memfasilitasi mereka selama mereka menghabiskan waktu di sana. 8 orang dengan profesi yang berbeda ini (hakim, detektif, dokter, tentara, mercenary, emak-emak tajir taat beragama, terong-terongan dan tukang asuh anak orang) ternyata punya masa lalu yang kelam. Setelah sampai di Soldier Island, mereka menemukan puisi tentang “Ten little solider boys” dipasang di kamar masing-masing, di ruang makan juga ada 10 patung kecil yang diletakkan di atas meja makan.  Tak lama kemudian, satu per satu dari mereka mulai mati dengan cara yang sama dengan apa yang ada di puisi “Ten little soldier boys”, 10 patung kecil di atas meja makan juga mulai hilang satu per satu. Mereka yang tersisa pun mencoba bertahan hidup sambil mencoba menguak misteri dibalik kematian-kematian yang terjadi.

Dari cerita aslinya udah juara banget sih, mungkin inilah pelopor film-film horor yang bercerita tentang segerombolan orang ngga penting yang main-main ke daerah angker trus mati satu per satu. Di versi miniseries-nya, ada beberapa bagian yang diubah, walopun secara garis besar masih sama kayak di novel, tapi ada beberapa detail kecil yang sengaja diubah biar hasilnya lebih bagus (misal : cara kematian beberapa orang yang sengaja dibikin beda). Selain itu, ada juga penambahan beberapa unsur yang bikin miniseries ini jadi tambah seru. Diawali dengan episode 1 yang masih agak santai di bagian pembukaan dan pengenalan karakter, yang kemudian mulai menaikan tensi cerita di bagian akhir. Dilanjutkan dengan episode 2 yang makin seru dan mencekam dengan mulai banyaknya kematian yang terjadi. Lalu kemudian episode 3 menutup rangkaian cerita misteri ini dengan ketegangan tinggi dan plot-twist yang cemerlang. Miniseries 3 episode pas banget buat menggambarkan apa yang terjadi, ngga lebih, ngga kurang. Sebagai fans cerita ini, gue suka banget sama gimana producer-nya mengeksekusi adegan-adegan yang ada di novel dengan membawanya ke layar kaca. Ekspektasi gue udah tinggi di awal dan ternyata dibayar lebih tinggi lagi sama miniseries ini (gue bahkan ngga menyangka bakalan ada ‘penampakan-penampakan’ yang bikin miniseries ini jadi jauh lebih mencekam). 
 
Selain ceritanya, salah satu faktor sukses mini series ini adalah jajaran cast yang solid. 10 orang yang ada berhasil menghidupkan suasana mencekam, apalagi menjelang akhir, di mana mereka yang masih bertahan hidup merasakan tekanan dan teror yang luar biasa. Setiap orang berhasil membawakan perannya masing-masing, walaupun pas awal ngumpul mereka haha hihi kayak ngga ade beban, mereka berhasil menampilkan sisi yang lain ketika dihadapkan sama masa lalu mereka, bahkan si terong-terongan udah nyebelin dari awal dia muncul (Alhamdulillah dia yang pertama mati, ups... spoiler).

Kalo punya badan kayak gitu, mana bisa makan mie instan jam 11 malem.
Scene stealer mini series ini jatuh ke tangan Phillip Lombard, seorang mercenary yang diperankan oleh Aidan Turner (yang jadi Kili di The Hobbit). Dengan penampilannya yang luar biasa cool (dan ganteng), Lombard berhasil menjadi sosok yang keren sekaligus membahayakan. Mas Turner bau-baunya (?) bakalan makin terkenal gara-gara mini series ini, gue coba search di google, hampir semua berita tentang dia isinya memuji penampilannya di  sini (termasuk adegan shirtless-nya yang katanya ‘makes women on internet going crazy’).

Setting pulau yang luar biasa indah menjadi nilai tambah lebih dari miniseries ini, yah, walopun horor juga sih gara-gara rumahnya cuma ada satu. Rumahnya Mr. Owen juga bagus, kuno-kuno-modern kalo kata gue yang ngga ngerti dunia arsitektur sama sekali. Kostum-kostum pemainnya juga keren, gue selalu suka liat jas-jas Inggris jaman baheula. Perpaduan setting tempat dan kostum di miniseries ini mengingatkan gue sama “Downton Abbey”, setting waktunya ngga beda jauh soalnya. Cerita di “And Then There Were None” berlangsung pada Agustus 1939, pas awal-awal mau Perang Dunia kedua, sedangkan season 1 “Downton Abbey” berakhir saat Inggris mendeklarasikan perang terhadap Jerman (September 1939). Ini kenapa jadi bahas sejarah sih?

Overall, TV series ini WAJIB kalian tonton buat kalian yang suka sama mistery-thriller. Selain bikin mikir soal apa yang ada dibalik misteri pembunuhan yang terjadi, serial ini juga bikin ngeri sama adegan-adegan yang ‘dark’ dan juga mencekam (dan horor). Eksekusi cerita yang bagus, dibantu dengan jajaran cast dengan performa yang kuat, menjadikan “And Then There Were None” menjadi sebuah tayangan yang sangat menghibur.

P.S :
- Buat yang udah nonton, jangan lupa baca novelnya ya, biar pemahaman soal apa yang terjadi di serial ini jadi lebih menyeluruh. Tapi gue terakhir ke gramedia di Solo, novel ini udah out of stock. Gue sendiri berencana buat beli novel versi Inggrisnya secara online, besok kalo udah punya duit sendiri. Do’akan ya. Amin. (Apaan ini minta do’a di postingan review tv series)
- “And Then There Were None” juga pernah dibahas sekilas di sebuah drama korea berjudul “Master’s Sun”. Tokoh utamanya pas masih muda sempet diculik dan dipaksa buat baca novel ini sampe dia kehilangan kemampuan membacanya. Sounds riddiculous, doesn’t it?
- Am I the only one here who realizes that doctor Amstrong has no nipples?

Selasa, 29 Desember 2015

Karakter Western TV Series Paling Cantik dan Ganteng Versi Adaapadenganyoga


(Okay, you must think that this is so unimportant from me, just bear with me and read it, please...)

Setahun terakhir gue lagi suka-sukanya nonton Western TV Series. Sebenernya western TV series ini semacam sinetron lah kalo di Indonesia, bedanya, kalo di Indonesia ceritanya suka ngawur dan episodenya sengaja dipanjang-panjangin, western TV series episodenya lebih sedikit dan ceritanya jauh lebih fokus (walopun ada sih beberapa yang rasa sinetron, “Revenge” misalnya). Setelah gue rekap, total ada 30 judul western tv series yang udah gue tonton. Gue yakin kalo gue ini masih kurang banget soal pengalaman nonton western TV series, tapi kali ini gue akan mencoba memilih karakter-karakter paling cantik dan ganteng dari jajaran western TV series yang udah gue tonton.

Kriteria cantik atau ganteng menurut gue ngga pernah bisa lepas dari penampilan, tapi untuk karakter-karakter tv series yang bakalan gue sebut di sini, penampilan doang ngga cukup. Selain good looking, mereka juga memenuhi kriteria-kriteria lain kayak tingkat kecerdasan tinggi, selera humor yang baik, bahkan cara berpakaian yang stylish dan fashionable.

(PERINGATAN : Bakalan ada spoiler-spoiler dari beberapa TV Series yang mungkin belum kalian tonton sampai selesei. So, beware!)
 
Okay, langsung aja menuju list yang pertama


KARAKTER WESTERN TV SERIES PALING CANTIK

Honourable mention : Violet Harmon/Zoe Benson- American Horror Story : Murder House/Coven (Taissa Farmiga), Caitlin Snow – The Flash (Danielle Panabaker),  Kala – Sense8 (Tina Desai), Sansa Stark – Game of Thrones (Sophie Turner) 

5. Felicity Smoak – Arrow (Emily Bett Rickards)
"Iya.. Hallo.. Mas Oliver aku titip nasi magelangan satu ya buat di makan di markas"
The bitch with WiFi!! Di posisi lima ada Felicity Smoak, dia ini nerd yang dahsyat banget kalo udah urusan teknologi. Oliver Queen bakalan bingung nyari penjahat kalo ngga ada dia. Pernah diculik Wilson Slade (dan dengan badass nojosin jarum suntik ke penculiknya). Walopun kesannya cupu, Felicity ini lucu juga lho, witty banget kalo menurut gue. Celetukan-celetukannya kadang bikin gemes. Don’t forget the fact that she’s so gorgeous and beautiful when wearing dress.

Bonus : Felicity party mode : activated.
 


4. Margaery Tyrell – Game of Thrones (Natalie Dormer)
Ini malah kayak ibu-ibu kondangan, tapi tetep cantik kok
Current Queen of Westeros yang sekarang lagi di penjara gara-gara Cersei Lannister. Margaery ini cerdas, ramah dan suka blusukan di daerah King’s Landing. Awalnya mau dijodohin sama Joffrey, tapi beruntunglah Joffrey mati keselek dan akhirnya dia nikah sama Tommen. Lucu sih liatnya, kaya mba-mba nikah sama anak SMP.  Walopun ada di bawah tekanan mamih Cersei, Margaery ini berani melakukan hal-hal di luar kehendak sang ibu ratu, kayak jadi baik di hadapan masyarakat. Dress-dressnya Margaery juga bagus-bagus sih, walopun agak ‘terbuka’, tapi kesannya ngga slutty. Paling suka liat Margaery pas lagi senyum, matanya bagus banget kayak tulus banget gitu bahagianya (Walopun kadang ternyata ngga tulus-tulus amat soalnya ada maksud terselubung).

3. Laurel Castillo – How to Get Away With Murder (Karla Souza)
Cewek kalo lagi mikir tingkat kecantikannya naik 37,5%
Hmmmm... suka kipas-kipas sendiri kalo lagi nonton Laurel beraksi. Dia ini cantik, seksi dan pinter. Laurel ini paling jago kalo disuruh nyari clue ato bukti ato apapun itu. Dia juga biasanya jadi satu-satunya anggota Keating Five yang bisa tetep tenang walopun lagi ada masalah genting, kalo yang lain kalang kabut, mba Laurel ini bakalan selow. Walopun masa lalunya lumayan kelam, dia tetep nunjukin kalo dia bisa selalu diandalkan. Dia orangnya pake logika banget (walopun akhirnya baper sama Frank) bahkan bisa nekat ngelakuin sesuatu kalo dia rasa itu penting (mis. : nyolong cincinnya Michaella). Oiya, sejak season 2 dia jadi kebagian banyak adegan ‘panas’ (ngga panas-panas banget sih sebenernya).
 
2. Emily Thorne/Amanda Clarke – Revenge (Emily VanCamp)
Gemes banget ya ampun...
Ngga usah macem-macem sama cewek yang satu ini ato riwayat kalian akan habis. Emily Thorne (yang ternyata Amanda Clarke, trus bikin gue bingung mau nyebut Amanda ato Emily, practically she’s Amanda but Emily sounds better, gimana dong?) ini kayak mawar, cantik tapi banyak durinya. Bahaya banget guys, kalo udah merencanakan balas dendam... beuhh.. abis udah hidup sasarannya. Dia ngga gampang menyerah, nyatanya sampe empat season masih kuat aja ngejar-ngejar Victoria Grayson. Walopun menyimpan berbagai macam muslihat, Emily/Amanda ini cantiknya suka bikin gemes pengen dicubit, di*censored* dan di*censored*. Outfit sehari-harinya bagus-bagus banget, maklum, horang kayah.
 
1. Sloan Sabbith – The Newsroom (Olivia Munn)
 
Lah kalo gue mah diwanwacara dia mana bisa fokus sama pertanyaannya
Cantik? Iya. Seksi? Iya (even Will McAvoy refers her as Victoria’s Secret). Pinter? Iya. Lucu? Kadang, lebih ke witty sih. Fashionable? Iya banget.Dia news anchor di ACN. Her brain is not less sexy than her body. Ngga cuma punya ‘tampilan’ yang bikin klepek-klepek, dia juga bisa bahasa jepang, 15 tahun bergelut di bidang ekonomi (“College, grad school, doctorate, post doctorate and practical eperience”) dan suka fitness. Walopun dia mengakui sendiri kalo dia itu socially inept, tapi tetep lah, perpaduan antara apa yang ada ‘di luar’ dan ‘di dalam’ dari Sloan Sabbith itu irresistible banget. Ngga salah kalo dia jadi karakter Western TV Series paling cantik menurut gue.

The next part of this will be really awkward because I will brutally praise another men which maybe some of you will think that it’s odd for men to praise another men. Tapi terserah juga sih, admitting that another man is handsome won’t make us less man, will it? Okay, langsung aja, check it out.

KARAKTER WESTERN TV SERIES PALING GANTENG

Honorable mention : David Nolan/Prince Charming – Once Upon a Time (Josh Dallas), Thomas Barrow – Downton Abbey (Rob James-Collier), Connor Walsh – How To Get Away with Murder (Jack Falahee), Jamal Lyon – Empire (Jussie Smollett)

5. Oliver – How to Get Away With Murder (Conrad Ricamora)
Sekilas (banget) mirip Darius Sinathrya, eh, iya ngga sih?
(Awalnya gue bingung mau naroh Oliver ato Connor di sini, tapi Connor suka labil dan Oliver lebih stabil secara mental ... dan penghasilan) Based on his look, he’s not as handsome as Connor, tapi dia baik, pinter, suka menolong, trus apa lagi ya? Pacarnya Connor ini membantu banget kalo udah urusan teknologi. Walopun awalnya ngga penting-penting banget karena cuma jadi teman ena’-ena’-nya Connor, tapi makin ke sini dia makin sering bantu Annalise Keating. Oliver nge-hack data kepolisian kaya garuk udel sendiri, gampang banget. Sempet dag-dig-dug gara-gara didatengin langsung sama (terduga) pembunuh langsung ke apartemennya, beruntung dia ngga diapa-apain.

4. Will Gorski – Sense8 (Brian J Smith)
Kalo di Indonesia ada polisi kayak gini, paling ujung-ujungnya masuk Hitam Putih sama On The Spot
Ketua geng sense8! Hidupnya berubah setelah dia menyadari kalo dia “terhubung” sama 7 orang lain di berbagai penjuru dunia. Ya gimana ngga bingung, lu lagi merem di Chicago trus pas melek tiba-tiba udah di Seoul. Will ini sosok paling dewasa dan paling mengayomi diantara anggota clusternya. Suka ngebantu kalo temen-temennya lagi ada masalah. Sampe dibelain tiba-tiba dateng ke Iceland buat nemuin Riley, yah, walopun akhirnya... ah,sudahlah.

3. Matt Murdock – Daredevil (Charlie Cox)
Tukang pijet  keliling versi upgraded
Pengacara di Hell’s Kitchen (bukan acara masak yang isinya ngamuk-ngamuk itu) yang kalo malem suka kelayapan membasmi kejahatan. Walopun buta, dia jauh lebih peka dari manusia biasa (peka disini maksudnya bukan dikodein via status bbm langsung ngerespon ya, bukan peka yang itu). Menguasai ilmu bela diri. Pernah ngebanting Kingpin yang segede gaban. Walopun termasuk dalam golongan hero, dia bukan hero yang super-super amat, soalnya sering babak belur, maklum, lawannya suka ngga keliatan. Tapi aura kegantengannya mas mamat engga bisa ditolak, walopun jidatnya agak terlalu lebar sih.

Bonus : Mas Mamat babak belur
 

2. Oliver Queen – Arrow (Stephen Amell)
 
Kalo maen ftv di Indonesia, judulnya bakalan "Ganteng Ganteng Kuli Panggul", tangannya bro!
The second Oliver in this list. Ini survival instingnya udah ngga diraguin lagi, ‘ilang’ 5 tahun di pulau tak berpenghuni (dan ternyata sempet ‘jalan-jalan’ ke mana-mana, bahkan sampe Hongkong) bikin dia terlatih untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Sempet jadi milionaire, walopun akhirnya bangkrut. Kalo siang jadi mas-mas biasa, kalo malem suka nembak-nembakin orang pake panah. Sempet dikira ‘mati’ gara-gara dadanya dicolok pake pedang sama Ra’s Al Ghul trus jatoh ke jurang, tapi ternyata ngga jadi mati, kurang sangar apa coba?

1. Jon Snow – Game of Thrones (Kit Harington)
Gue ngeliat foto ini langsung merasa seperti upil kering
Kebayang ngga sih kalo Jon Snow hidup di jawa tengah dia bakalan dipanggil kayak tukang galon yang suka nganter-nganter galon  ke rumah-rumah. Mas Joooonnn~~~ Mas Jon ini hidupnya kalo dipikir-pikir udah ngenes dari lahir. Terlahir sebagai bastard-nya Nedd Stark, disebelin sama ibu tirinya (walopun ternyata si ibu ngga sebel-sebel amat), giliran udah gede malah jadi babu di black tower (walopun akhirnya jadi pemimpin juga), trus keluarganya pada mati secara tragis, sodara-sodaranya pada nyebar ilang entah ke mana, punya pacar tapi akhirnya pacarnya mati juga, dan di akhir season 5 dia dikhianati sama temen-temennya sendiri. Komplit sudah nasib jeleknya mas Jon, tapi semua itu ngga mengurangi kegantengannya. Rambut gondrong + jambang + kumis kayak anak sastra masa kini (ini gue ngga tau kenapa di kepala gue hal-hal itu identik sama anak sastra), suara ngebass, kebaikan hati dan jiwa kepemimpinan yang ngga usah diragukan membawa mas Jon ke karakter Western TV Series paling ganteng versi Adaapadenganyoga.

Bonus : Mas Jon abis mandi + cukur
 
Demikianlah list abal-abal ini gue buat, semoga menghibur kalian penikmat Western TV series ataupun non-penikmat yang kebetulan aja salah pencet trus ngga sengaja buka blog ini. Kalo ada saran karakter lain yang lebih cantik atau ganteng, bisa kali kasih komentar, ehehe (sok-sokan, padahal ada yang baca juga engga).

Thanks for reading, see you in another post.

7 Hal Yang Gue Pelajari di Umur 23 Tahun

Happy birthday to me!! Ehe Ehe. Ndak terasa tiba tiba udah 23 tahun aja, perasaan baru tahun kemaren ngerayain ulang tahun yang ke 22. Ehe ...